Saturday, January 2, 2010

Akhlak Al Quran

Sabtu, 2 Januari 2009/16 Muharram 1431.

Akhlak Islam sebagaimana dalam Al Quran.

Akhlak berasal daripada perkataan (al-akhlaaku) iaitu kata jama daripada perkataan (al-khuluqu) bererti tabiat,kelakuan, perangai, tingkahlaku, matuah, adat kebiasaan, malah ia juga bereti agama itu sendiri. Perkataan (al-khulq) ini di dalam Al-Quran hanya terdapat pada dua tempat sahaja, antaranya ialah:


1. " Dan bahawa sesungguhnya engkau (Muhammad) mempunyai akhlak yang amat mulia."

(Al-Qalam:4)


Sementara perkataan (al-khalqu) bererti kejadian, ciptaan, dan juga bermaksud kejadian yang indah dan baik. Apabila dirujuk kepada kejadian manusia, ia bermaksud struktur tubuh yang badannya yang indah dan seimbang. Jika dirujuk kepada kejadian alam semesta, ia juga membawa erti kejadian atau ciptaan yang indah, tersusun rapi, menurut undang-undang yang tepat. Di dalam Al-Quran terdapat 52 perkataan (al-khalqu) yang merujuk kepada kejadian manusia, alam sarwajagat dan lain-lain kejadian. Antara lain firman Allah subhaanahu wa taaala:


2. "Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, bahtera yang belayar di laut membawa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia menghidupkan bumi sesudah matinya (kering), dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis haiwan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.


Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih penggantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang beraqal. (Iaitu) orang-orang yang mengingati Allah sambil berdiri dan duduk atau dalam keadaan baring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (lantas berkata): Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau maka peliharalah kami daripada siksaan neraka. "

(Ali-Imran:190)



Antara definasi akhlak menurut istilah ialah: sifat yang tertanam di dalam diri yang dapat mengeluarkan sesuatu perbuatan dengan senang dan mudah tanpa pemikiran, penelitian dan paksaan.

Ibn Miskawaih, ahli falsafah Islam yang terkenal mentakrifkan akhlak itu sebagai keadaan jiwa yang mendorong ke arah melahirkan perbuatan tanpa pemikiran dan penelitian.


Imam Ghazali radiAllahu anhu mengatakan:" akhlak ialah suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan-perbuatan dengan senang tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian. Apabila perbuatan yang terkeluar itu baik dan terpuji menurut syara dan aqal, perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia. Sebaliknya apabila terkeluar perbuatan yang buruk, ia dinamakan akhlak yang buruk."


Islam mempunyai dua sumber iaitu Al-Quran dan As-Sunnah yang menjadi pegangan dalam menentukan segala urusan dunia dan akhirat. Kedua-dua sumber itulah juga yang menjadi sumber akhlak Islamiyyah. Prinsip-prinsip dan kaedah ilmu akhlak Islam semuanya didasarkan kepada wahyu yang bersifat mutlak dan tepat neraca timbangannya.

Pada surat An-Nisaa’ (4): 36 sampai dengan ayat 39, dan pada surat Al-Baqarah (2): 205, secara garis besar Allah telah memberikan beberapa petunjuk tentang bermuamalah yang baik yang sesuai dengan al-akhlaq al-karimah (akhlak yang mulia) antara lain ialah:


1. Beribadah kepada Allah semata, yaitu tunduk dan merendahkan diri kepada Allah dengan cara melaksanakan segala apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan segala apa yang dilarang Allah SwT, baik dengan hati atau dengan anggota badan. Karena Allah-lah Pencipta, Pemberi rizki, Pemberi ni’mat, dan yang memberikan kelebihan kepada manusia atas makhluk lainnya, maka hanya kepada-Nyalah beribadah dan bersyukur. Hanya Dialah yang berhak disembah dan tidak disekutukan dengan lainnya.


2. Tidak berbuat syirk, yaitu menyekutukan Allah dengan lainnya, baik syirk akbar (syirk besar), yaitu dalam masalah akidah maupun syirk ashghar (syirk kecil), yaitu syirk dalam masalah tujuan beribadah. Perbuatan syirk adalah lawan dari tauhid yaitu meyakini bahwa hanya Allahlah Pencipta alam ini dan hanya Allahlah yang wajib disembah. Perintah beribadah dan larangan berbuat syirk biasanya disebutkan secara bersamaan, baik dalam Al-Qur’an maupun dalam al-Hadits. Sebab keduanya, merupakan asas Islam yang paling pokok. Menurut para mufasir, perbuatan syirk itu telah dilakukan manusia sejak permulaan perkembangan manusia karena kurangnya pengetahuan tentang Allah SwT, Pencipta alam ini. Dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang memberikan informasi tentang perbuatan syirk yang dilakukan sebagian manusia, antara lain :

“Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudlaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan … … “ (Yunus [10] : 18).
Orang-orang musyrikin pada waktu itu menyembah berhala-berhala, patung-patung dan sebagainya selain Allah SwT, dengan alasan untuk mendekatkan diri kepada Allah SwT, sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya.

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”. …. (Az-Zumar [39] : 3).
Orang-orang Nasrani pun karena jahilnya menyembah Nabi Isa as sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya :

“Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (At-Taubah [9]: 31).
Akhlak yang paling mulia dan yang paling tinggi nilainya ialah keyakinan bahwa tiada Tuhan yang pantas disembah selain Allah SwT, dan hanya menyembah kepada Allah SwT, serta tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.


3. Berbakti kepada kedua orang tua (ibu bapa), sebagaimana ditegaskan pada surat An-Nisaa’ [4]: 36, sesudah perintah beribadah dan melarang berbuat syirk. Ini memberikan pengertian bahwa berbakti kepada kedua orang tua merupakan kewajiban yang paling besar sesudah beribadah kepada Allah dan meninggalkan kemusyrikan.
Pada ayat lainnya ditegaskan kembali:

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Al-Israa’ [17]: 23). Dan pada ayat lannya ditegaskan kembali:

“… …Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (Luqman [31] : 14).
Dimaksudkan dengan “wa bil walidaini ihsana” (berbakti kepada dua orang ibu-bapak, ialah menaati kedua orang tua dalam hal kebaikan dan berusaha memenuhi kemauan keduanya, dalam hal kebaikan serta menjauhi segala apa yang tidak menyenangkan keduanya. Sebab keduanya telah mengasuh dan mendidik anak dengan sangat susah payah sejak masih di kandungan hingga dewasa bahkan tidak sedikit hingga mencapai umur tua. Keduanya melakukannya dengan ikhlas tanpa mengharapkan balasan dari anak, dan hanya mengharapkan keridaan Allah SwT.
Ibnu al-’Arabi berpendapat bahwa berbakti kepada kedua orang tua adalah salah satu rukun dari rukun-rukun ad-diin (agama) dalam menjalankan kewajiban-kewajiban, baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan.
Berbuat baik kepada kedua orang tua, merupakan kewajiban mutlak, baik dengan kata-kata yang sopan, maupun dengan perbuatan serta sikap yang menunjukkan kepada penghormatan kepada keduanya.

4. Berbuat baik kepada kerabat seperti anak-anak saudara dekat, seperti kakak, adik, paman dan sebagainya dengan cara bersilaturrahim, saling menghormati, saling menolong, membantu dan sebagainya, dengan rasa cinta dan kasih sayang.
Silaturrahim mempunyai kekuatan yang luar biasa, dengan silaturrahim persaudaraan menjadi kokoh dan erat, persatuan dalam masyarakat, bahkan dalam negara menjadi kuat dan kokoh.

Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu”. (An-Nisaa’ [4]: 1).

5. Berbuat baik kepada anak-anak yatim
Pada surat An-Nisaa’ (4) ayat 2 sampai dengan ayat 6, telah dijelaskan bahwa pengasuhan dan pendidikan anak-anak yatim merupakan kewajiban bagi orang-orang mampu. Sebab anak-anak yatim tergolong anak-anak yang sengsara, karena mereka telah kehilangan pengasuh, pendidik, pelindung dan penolong yaitu ayah yang tercinta dan yang sangat diandalkan. Dan pada ayat lainnya Allah berfirman:

“Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang”. (Adh-Dhuhaa [93] : 9).
6. Berbuat baik kepada orang-orang miskin
Dimaksudkan dengan orang miskin ialah orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Itulah pendapat Muhammad Rasyid Rida. Adapun perbedaan antara fakir dan miskin, menurut Ibnu Jarir ath-Thabari, orang fakir ialah orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya, tetapi dapat menahan diri dari meminta-minta, sedang orang miskin ialah orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya, tetapi suka meminta-minta.
Mereka baik miskin maupun fakir wajib diberi santunan dengan cara memberikan infak atau sedekah dengan sebaik-baiknya, dan dipergauli dengan santun, agar tidak merasa dihina dan dilecehkan, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:

“Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya”. (Adh-Dhuhaa [93]: 10).

7. Berbuat baik kepada tetangga dekat.
Menurut sebagian ulama, yang dimaksudkan dengan tetangga dekat ialah tetangga yang berada di sekitar kita sebanyak kurang lebih 40 rumah atau dekat nasabnya, atau karena seagama.
Berbuat baik kepada tetangga merupakan pelaksanaan prinsip tolong menolong dan kasih sayang sesama manusia.
Rasulullah saw sering mengingatkan kaum muslimin agar berhati-hati dalam bertetangga, sebagaimana diungkapkan dalam suatu Hadits :

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, rr.xka janganlah menyakiti tetangganya …… “ (Diriwayatkan oleh Muslim, 1: 39 dari Abu Hurairah).
8. Berbuat baik kepada tetangga jauh, yaitu tetangga yang tempat tinggalnya jauh di luar 40 tetangga. Sekalipun jauh, tetangga itu harus dihormati. Islam tidak membeda-bedakan antara tetangga dekat dan tetangga jauh, bahkan tidak membeda-bedakan agama, suku dan bangsa. Mereka semuanya wajib dipergauli dan disantuni dengan sebaik-baiknya.
Nabi Muhammad pernah mengunjungi seorang anak dari tetangganya yang beragama Yahudi. Ibnu Umar pun pernah menyembelih seekor kambing, lalu dia menyuruh pembantunya agar memberikan daging kepada tetangganya yang beragama Yahudi.
Adapun cara menghormat tetangga, disesuaikan dengan adat kebiasaan masing-masing negara/daerah.


6. Berbuat baik kepada sahabat dekat, misalnya: teman dalam organisasi, teman sekolah, teman seperjuangan, teman bekerja, teman hajji, teman berjama’ah di Masjid, bekas isteri, atau bekas suami dan sebagainya. Semuanya itu wajib dipergauli dengan baik, dengan santun sesuai dengan tuntunan Islam.


7. Berbuat baik kepada Ibnu Sabil, yaitu orang yang berada dalam perjalanan (musafir) yang kekurangan bekal dalam perjalanan. Sekalipun ibnu sabil di daerahnya tergolong orang berada atau kaya, tetapi ketika dalam perjalanan kekurangan bekal, maka dapat dikategorikan miskin/fakir. Karena itulah, ia wajib diberi bantuan infak.


8. Berbuat baik kepada lingkungan, yaitu binatang-binatang, tanaman-tanaman, dan semua apa yang berada di lingkungan kita, di samping harus memelihara dengan baik juga dilarang berbuat kerusakan-kerusakan, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Baqarah [2]: 205. Merusak lingkungan termasuk pelanggaran terhadap akhlak qur’ani.

Kesimpulan.


Ayat-ayat tersebut di atas (an-Nisaa’ [4] : 36 - 39, dan Al-Baqarah [2]: 205) merupakan peraturan asasi tentang mu’amalah antara manusia dengan Allah, antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan lingkungan.
Para ulama sepakat bahwa ayat-ayat tersebut merupakan sumber akhlak qur’ani dan asas mu’amalah Islamiyah.l





Apabila melihat perbahasan bidang akhlak Islamiyyah sebagai satu ilmu berdasarkan kepada dua sumber yang mutlak ini, dapatlah dirumuskan definisinya seperti berikut:

Satu ilmu yang membahaskan tatanilai, hukum-hukum dan prinsip-prinsip tertentu bagi mengenalpasti sifat-sifat keutamaan untuk dihayati dan diamalkan dan mengenalpasti sifat-sifat tercela untuk dijauhi dengan tujuan membersihkan jiwa berasaskan wahyu Ilahi bagi mencapai keredhaan Allah (ridwaanullah).

Manakala akhlak pula dapatlah kita rumuskan sebagai satu sifat atau sikap keperibadian yang melahirkan tingkah laku perbuatan manusia dalam usaha membentuk kehidupan yang sempurna berdasarkan kepada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Allah.

Dengan kata lain, akhlak ialah suatu system yang menilai perbuatan zahir dan batin manusia baik secara individu, kumpulan dan masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia dengan baik secara individu, kumpulan dan masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia dengan Allah, manusia sesama manusia, manusia dengan haiwan, dengan malaikat, dengan jin dan juga dengan alam sekitar.

Dalam hidup ini ada dua nilai yang menentukan perbuatan manusia iaitu nilai baik dan buruk (good and bad), betul dan salah (true and false). Penilaian ini berlaku dalam semua lapangan kehidupan manusia. Apakah yang dimaksudkan dengan baik dan buruk, betul dan salah, benar dan palsu itu? Apakah alat pengukur yang menentukan sesuatu perbuatan itu baik atau buruk, betul atau salah, benar atau palsu? Persoalan-persoalan inilah yang akan dijawab oleh ilmu akhlak.


Matlamat hidup manusia berbeza antara individu dengan individu lain. Ada yang menjadikan kebendaan, harta benda sebagai matlamat yang diburu dalam kehidupan. Ada pula yang menjadikan kebesaran ataupun kekuasaan, ada yang mencari nama dan kemasyhuran. Ada juga yang berusaha mencai ilmu pengetahuan dan ada pula golongan yang memandang remeh terhadap kehidupan tersebut, sebaliknya bersifat zuhud di dunia; memadai dengan kehidupan yang sederhana. Mereka lebih menumpukan peningkatan rohaniyyah dengan mementingkan persoalan hidup akhirat.


Perbezaan pandangan inilah yang meneyebabkan timbulnya beberapa aliran di dalam memahami akhlak. Semua pandangan ini apabila diteliti dengan saksama, tidak dapat dijadikan sebagai matlamat terakhir atau tertinggi yang seharusnya dicapai oleh manusia. Oleh itu, tentulah di sebalik pandangan atau perbezaan ituada satu matlamat hakiki yang wajib dituntut oleh manusia. Apabila sesuatu perilaku atau perbuatan manusia itu selaras dengan neraca timbangan tersebut, itulah yang dikatakan baik dan sebaliknya yang tidak selaras dengan ukuran tersebut itulah yang dikatakan buruk atau jahat dan sebagainya.

Persoalan-persoalan inilah yang menjadi skop perbahasan ilmu akhlak, iaitu ilmu yang menerangkan tentang baik dan buruk, dan juga menerangkan sesuatu yang sepatutnya dilakukan oleh seseorang dalam perjalanan hidupnya di dunia ini. Ilmu ini juga cuba menerangkan matlamat yang seharusnya dituju oleh manusia dan juga menggariskan jalan-jalan yang seharusnya dilalui untuk melaksanakan sesuatu dalam hidup ini.


Jelaslah bahawa fungsi akhlak ialah mengkaji dan meneliti aspek perilaku dan perbuatan manusia. Ia menilai dari segi baik atau buruknya perbuatan itu, apa yang patut dan apa yang tidak patut dilakukan oleh seseorang. Semua yang berlaku pada manusia bersifat tidak iradi (bukan dengan ikhtiar) seperti pernafasan, detik jantung dan sebagainya tidak termasuk dalam skop ilmu akhlak. Jadi tidaklah boleh diberi nilai atau hukuman ke atas perkara ini sebagai baik atau buruk.

Segala tindakan manusia yang dilakukan secara sedar dan dengan ikhtiar, sama ada hubungan dengan Allah, hubungan sesama manusia, hubungan dengan alam sekitar, hubungan dengan diri sendiri dan sebagainya, semuanya mengandungi nilai akhlak. Segala tindakan manusia baik yang berupa peribadi mahupun bersifat sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan sebagainya mengandungi nilai akhlak yang diambil kira dan dipertanggungjawabkan kepada kepada mereka yang terlibat di dalam dalamnya. Nilai akhlak yang buruk akan diberikan balasan siksa.

Jadi bidang akhlak itu hanya meliputi perilaku perbuatan dan tindakan manusia yang dilakukan dalam lingkungan dan suasana berikut:

* Dilakukan dengan sedar dan niat.

* Dilakukan denganikhtiar sendiri.

* Melakukannya dengan sengaja, tidak dalam keadaan lupa atau bersalah.

Akhlak dan moral.


Menurut istilah, moral berasal daripada bahasa lati moralis atau mores iaitu jamak kepada perkataan mos yang bererti kebiasaan iaitu perbuatan, budi pekerti dan perangai. Dictionary of Education menyatakan bahawa moral ialah suatu istilah yang digunakan untuk menetukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan secara layak dapat diaktakan benar, salah, baik, atau buruk.

Manakala perkataan etika pula berasal daripada bahasa Yunani ethikos daripada ethos yang juga membawa erti adapt kebiasaan, perangai dan sebagainya. Kedua-dua istilah ini adalah bermaksud tatasusila, peraturan dan norma-norma yang mengukur tentang baik buruknya, salah atau betulnya sesuatu perbuatan manusia. Ia merupakan tindakan lahiriyyah manusia dalam hubungan sesama manusia berdasarkan kepada pemikiran dan oandangan umum dalam sesuatu kumpulan, masyarakat, pada sesuatu kumpulan, masyarakat, pada sesuatu masa dan tempat tertentu. Nilai-nilaian bersifat relative, subjektif dan temporal. Oleh itu, ia mungkin berubah menurut sesuatu lingkungan pemikiran, suasana dan tempat.

Secara harfiahnya, kedua-dua istilah tersebut dapatlah disamakan dengan istilah akhlak daripada bahasa Arab yang membawa erti perangai, tingkah laku, perilaku, tatasusila dan budi pekerti.


Islam sebagai agama yang syumul, komprehensif dan sempurna, menjadikan akhlak sebagai satu cabang yang asasi dalam program hidup individu, malah ia merupakan tuntutan wajib bagi setiap orang.

Ilmu akhlak berusaha membina dan memupuk rohaniah manusia,, membina insaniyyah, membentuk tingkah laku dan mengarahkan individu ke arah kebaikan dan ketinggian di samping mengingakan bahaya-bahaya keburukan dan kejahatan supaya masing-masing berusaha menjauhkan diri daripada terjebak dengan pengaruh-pengaruh sifat negatif.

Oleh kerana ilmu akhlak ini menyentuh tentang tingkah laku manusia, tentang ketinggian budi dan rohaniah, ia juga dinamakan Ilmu Al-Suluk (Ilmu Tingkah Laku),Ilmu Hikmah dan Ilmu Tahdhib Al-Akhlak (Ilmu Penceriaan Akhlak). Jika dihubungkan ilmu ini dengan agama, tidak menjadi salah jika kita menamakan ilmu ini sebagai Ilmu Aqliyy.


Untuk mencapai cita-cita pembinaan akhlak dan rohaniah manusia, Islam telah menggariskan beberapa prinsip utama; antaranya lain:

* Beriman kepada Allah

* Membenarkan risalah Muhammadiyyah dan mengamalkannya serta menjadikannya uswah hasanah

* Membenarkan Al-Quran Al-Karim dan As-Sunnah beserta dengan mengamalkan dan berakhlak dengan perintah dan arahan kedua-duanya

* Niat baik dan benar dalam melaksanakan tingkah laku yang baik

* Sentiasa prihatin terhadap hukum halal haram

* Berusaha mencari ilmu yang bermanfaat

* Keadilan syara

* Beriman dengan kebangkitan dan hari akhirat


Demikianlah beberapa prinsip utama yang wajib dijadikan sebagai tempat berpijak bagi seseorang Muslim dalam kehidupan ini. Prinsip-prinsip tersebut jelas kepada kita merangkumi semua aspek rohaniyyah dan jasmaniyyah yang bersifat mutlak dan tepat penilaiannya. Oleh itu, bagi mencapai akhlak yang mulia dan diredhai oleh Allah seseorang itu wajib beramal dan berpegang kepada prinsip-prinsip tersebut. Apa yang penting ialah seseorang itu ialah sentiasa berhati-hati dalam menjalani hidup dengan mengarahkan pemikiran, pandangan dan amlan ke arah yang positif sesuai denganprinsip-prinsip tersebut. Serta sedaya upaya mungkin menghindarkan diri dari sifat-sifat dan gejala negatif.

Sekarang dapat dilihat persamaan antara ilmu akhlak, moral dan etika, iaitu menetukan hukum atau nilai perbuatan manusia dengan keputusan baik atau buruk. Perbezaannya pula terletak pada ukuran masing-masing, di mana ilmu akhlak dalam menilai perbuatan manusia menurut ukuran Al-Quran dan As-Sunnah, etika dengan pertimbangan akal fikiran dan moral dengan adapt kebiasaan yang umum berlaku dalam masyarakat.

Akhlak yang agung

Bagi seorang Muslim, akhlak yang terbaik ialah seperti yang terdapat pada diri Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam keran a sifat-sifat dan perangai yang terdapat pada dirinya adalah sifat-sifat yang terpuji dan merupakan uswah hasanah. Iaitu contoh tauladan terbaik bagi seluruh kaum Muslimin. Allah subhaanahu wa taaala sendiri memuji akhlak Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam di dalam Al-Quran sebagaimana firmanNya:


"Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak agung".

(Al-Qalam:4)


Dasar akhlak Islamiyyah terkandung di dalam risalah yang dibawa oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Risalah itu bersumberkan Al-Quran dan As-Sunnah yang dimanifestasikan oleh perbautan dan cara hidup Rasulullah sallallahu alaihi wasallam sendiri. Perilaku dan car hidup Rasulullah itu menjadi ikutan dan contoh tauladan untuk kesempurnaan hidup manusia baik jasmani mahupun rohani.


Untuk mencapai tahap kesempurnaan peribadi yang mulia itu, Allah telah membekalkan manusia dengan persediaan semulajadi iaitu dengan berbagai-bagai naluri dan akal fikiran serta dihiasi pula dengan berbagai-bagai ilmu pengetahuan yang boleh menjadi pedoman hidup demi kepentingan membina tamadun di muka bumi ini. Oleh kerana kelemahan akal dan keterbatasan dalam menjangkau aspek alam, baik alam realiti mahupun alam ghaib, Allah menurunkan wahyuNya sebagai hidayah mutlak untuk digunakan oleh manusia dalam membina kehidupan dan tamadun serasi dengan nilai-nilai akhlak yang mulia. Di sinilah letaknya peranan risalah yang dibawa melalui Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bertujuan untuk membentuk satu dasar akhlak yang mulia dan bersifat mutlak untuk keperluan seluruh manusia.

Kesyumulan kkhlak islam.

Ciri khas akhlak Islam ialah kelengkapan dan luas bidangnya yang meliputi semua aspek perbuatan manusia sama ada mengenai dirinya, orang lain atau yang berkaitan dengan perseorangan atau kemasyarakatan dan kenegaraan. Tidak ada suatu pun perbuatan manusia yang terkeluar dan tidak diatur oleh peraturan akhlak Islam.

Kesyumulan akhlak Islam ialah ia tidak berpisah dengan semua bidang-bidang kehidupan manusia. Ia menetapkan satu neraca terhadap seluruh tindak tanduk manusia. Akhlak Islam tidak mengakui sebarang pemecahan di dalam menetapkan penilaian ini.

Asas keimanan kepada Allah adalah sendi-sendi aqidah Islam, manakala asa akhlak yang terbina di sekitar usaha dan amal untuk memenuhi segala tuntutan yang terkandung dalam sendi-sendi tersebut. Jelas di sini bahawa binaan akhlak yang mulia sebenarnya hanya dapat tegak di atas aqidah yang sahih dan syumul. Sedangkan sesuatu perbuatan yang pada zahirnya dianggap sebagai akhlak yang mulia tidak dapat teguh dan kekal sekiranya tidak ditegakkan di atas asas aqidah.

Besarnya kedudukan akhlak Islam hinggakan hadeeth-hadeeth Rasulullah sallallahu alaihi wasallam merumuskan kedudukan akhlak sebagai:

Sesunguhnya aku dibangkitkan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

Wahai Rasulullah sallallahu alaihi wasallam apakah Deen itu? Baginda menjawab: Akhlak yang baik.

Sesungguhnya orang yang paling baik akhlaknya ialah yang paling baik Deennya.

Ciri-ciri akhlak Islamiah,

Antara cirri-ciri akhlak Islamiyyah ialah:

* Bersifat mutlak dan menyeluruh: Akhlak Islamiyyah bersifat mutlak, tidak boleh dipinda atau diubahsuai, dikenakan kepada seluruh individu tanpa mengira keturunan, warna kulit, pangkat, tempat, dan masa.

* Melengkapkan dan menyempurnakan tuntutan: Ditinjau dari sudut kejadian manusia yang dibekalkan dengan pelbagai naluri, akhlak Islamiyyah adalah merangkumi semuaaspek kemanusiaan rohaniyyah, jasmaniyyah danaqliyyah, sesuai dengan semua tuntutan naluri dalam usaha mengawal sifat-sifat yang tercela (sifat-sifat mazmumah) untuk kesempurnaan insan, bukan untuk mengawal kebebasan peribadi seseorang.

* Bersifat sederhana dan seimbang: tuntutan akhlak dalam Islam adalah sederhana, tidak membebankan sehingga menjadi pasif dan tidak pula membiarkan sehingga menimbulkan bahaya dan kerosakan.

* Mencakupi suruhan dan larangan: Bagi kebaikan manusia, perlaksanakan akhlak Islamiyyah meliputi suruhan dan larangan dengan tidak boleh mengutamakan atau mengabaikan mana-mana aspek tersebut.

* Bersih dalam perlaksanaan: Untuk mencapai kebaikan, akhlak Islmaiyyah memerintah supaya cara dan metod perlaksanaan sesuatu perbuatan dan tindakan itu hendaklah dengan cara yang baik dan saluran yang benar yang telah ditetapkan oleh akhlak Islamiyyah. Ertinya untuk mencapai suatu matlamat, cara perlaksanaannya mestilah bersih menurut tata cara Islam. Islam tidak menerima falsafah: Matlamat tidak menghalalkan cara.

* Keseimbangan: Akhlak dalam Islam membawa kesinambungan bagi tuntutan realiti hidup antara rohaniyyah dan jasmaniyyah serta aqliyyah, dan antara kehidupan dunia dan akhirat sesuai dengan tabii manusia itu sendiri.



No comments: