Saturday, February 6, 2010

Ibnu' Abbas

Sabtu, 6 Februari, 2010/21 Safar 1431

Riwayat Hidup: ‘ABDULLAH BIN ‘ABBAS (Ibnu 'Abbas)
(Wafat tahun 68H. berumur 71b tahun)

1.Abdullah bin Abbas adalah sahabat kelima yang banyak meriwayatkan hadist sesudah Sayyidah Aisyah, ia meriwayatkan 1.660 hadits. Dia adalah putera Abbas bin Abdul Mutthalib bin Hasyim, paman Rasulullah dan ibunya adalah Ummul Fadl Lababah binti harits saudari ummul mukminin Maimunah.

Sahabat yang mempunyai kedudukan yang sangat terpandang ini dijuluki dengan Informan Umat Islam. Beliaulah asal silsilah khalifah Daulat Abbasiah. Dia dilahirkan di Mekah dan besar di saat munculnya Islam, di mana beliau terus mendampingi Rasulullah sehingga beliau mempunyai banyak riwayat hadis sahih dari Rasulullah . Beliau ikut di barisan Ali bin Abi Thalib dalam perang Jamal dan perang Shiffin. Beliau ini adalah pakar fikih, genetis Arab, peperangan dan sejarah. Di akhir hidupnya dia mengalami kebutaan, sehingga dia tinggal di Taif sampai akhir hayatnya.
Beliau adalah anak bapa saudara (sepupu) Rasulullah SAW, lahir tiga tahun sebelum hijrah. Beliau hidup bersama Rasulullah SAW dan ‘nyantri’ karena ia adalah anak bapa sudara (sepupunya), sedangkan bibinya Maimunah di tanggung oleh Nabi SAW. Rasulullah pernah merengkuhnya ke dada beliau seraya berdoa, “Ya Allah, ajarilah ia al-Hikmah.” Dalam suatu riwayat disebutkan, “(Ajarilah ia) al-Kitab (al-Qur’an).”

2. Sahabat yang mempunyai kedudukan yang sangat terpandang ini dijuluki dengan Informan Umat Islam. Beliaulah asal silsilah khalifah Daulat Abbasiah. Dia dilahirkan di Mekah dan besar di saat munculnya Islam, di mana beliau terus mendampingi Rasulullah sehingga beliau mempunyai banyak riwayat hadis sahih dari Rasulullah . Beliau ikut di barisan Ali bin Abi Thalib dalam perang Jamal dan perang Shiffin. Beliau ini adalah pakar fikih, genetis Arab, peperangan dan sejarah. Di akhir hidupnya dia mengalami kebutaan, sehingga dia tinggal di Taif sampai akhir hayatnya.

Ketika mengajarinya berwudlu beliau SAW berdoa, “Ya Allah, anugerahilah pemahaman agama kepadanya.” Berkat doa yang diberkahi ini, ia kemudian benar-benar menjadi ‘tinta’ nya Umat (lautan ilmu) di dalam menyebarkan tafsir dan fiqih. Allah menganugerahinya taufiq di dalam bergiat mendapatkan ilmu dan bersungguh-sungguh di dalam menuntutnya serta bersabar di dalam menerimanya. Dengan begitu, ia meraih kedudukan yang tinggi sampai-sampai Amirul Mukminin, ‘Umar bin al-Khaththab RA mengundangnya ke majlis-majlisnya dan mengambil pendapatnya. Orang-orang Muhajirin berkata (kepada ‘Umar), “Tidakkah engkau undang anak-anak kami sebagaimana engkau undang Ibn ‘Abbas.?” Maka, ia menjawab, “Itulah pemuda yang menginjak dewasa, yang memiliki lisan yang banyak bertanya dan hati yang banyak akalnya.”

3. Pada suatu hari, ‘Umar mengundang mereka, lalu tak berapa lama menghadirkan Ibn ‘Abbas bersama mereka untuk memperlihatkan kepada mereka kebenaran langkahnya tersebut. ‘Umar berkata, “Apa pendapat kalian mengenai firman Allah, “Bila telah datang pertolongan Allah dan Penaklukan.” (surat an-Nahsr hingga selesai). Maka, sebagian mereka berkata, “Kita diperintahkan agar memuji Allah dan meminta ampun kepada-Nya bila kita menang (dapat menaklukkan Mekkah).

” Sebagian lagi hanya terdiam saja. Lalu, ‘Umar pun berkata kepada Ibn ‘Abbas, “Apakah kamu juga mengatakan demikian.?” Ia menjawab, “Tidak.” Lalu ‘Umar bertanya, “Kalau begitu, apa yang akan kamu katakan.?” Ia menjawab, “Itu berkenaan dengan ajal Rasulullah SAW di mana Allah membeitahukan kepadanya bila telah datang pertolongan-Nya dan penaklukan kota Mekkah, maka itulah tanda ajalmu (Yakni Rasulullah-red.,), karena itu sucikanlah Dia dengan memuji Rabbmu dan minta ampunlah kepada-Nya karena Dia Maha Menerima taubat.” ‘Umar pun berkata, “Yang aku ketahui memang seperti yang engkau ketahui itu.” Ibn Mas’ud berkata, “Sebaik-baik Turjumaan al-Qur’an (penerjemah) adalah Ibn ‘Abbas. Andaikata ia seusia kami, niscaya tidak seorang pun dari kami yang menandinginya.” Padahal, Ibn ‘Abbas hidup setelahnya (Ibn Mas’ud) selama 36 tahun kemudian. Nah, bagaimana pendapat anda mengenai ilmu yang diraihnya setelah itu.?

Ibn ‘Umar pernah berkata kepada salah seorang yang bertanya mengenai suatu ayat kepadanya, “Berangkatlah menuju Ibn ‘Abbas lalu tanyakanlah kepadanya sebab ia adalah sisa shahabat yang masih hidup yang paling mengetahui wahyu yang diturunkn kepada Nabi SAW.”

‘Atha` berkata, “Aku tidak pernah melihat sekali pun ada suatu majlis yang lebih mulia dari majlis Ibn ‘Abbas dari sisi fiqih, demikian juga yang paling agung dari sisi wibawanya. Sesungguhnya para ahli fiqih berada di sisinya, para ahli Qur’an berada di sisinya dan para ahli sya’ir juga berada di sisinya. Ia menimbakan untuk mereka semua dari lembah yang luas.” (alias mengajarkan ilmu yang banyak-red.,)


Abdullah lahir tiga tahun sebelum hijrah dan Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam mendoakannya “Ya Allah berilah ia pengertian dalam bidang agama dan berilah ia pengetahuan takwil (tafsir)”.Allah mengabulkan doa Nabi-nya dan Ibnu Abbas belakangan terkenal dengan penguasaan ilmunya yang luas dan pengetahuan fikihnya yang mendalam , menjadikannya orang yang dicari untuk di mintai fatwa penting sesudah Abdullah bin Mas’ud, selama kurang lebih tiga puluh tahun. tentang Ibnu Abbas, Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah berkata :”Tak pernah aku melihat seseorang yang lebih mengerti dari pada Ibnu Abbas tentang ilmu hadits Nabi Shallallahu alaihi Wassalam serta keputusan2 yang dibuat Abubakar ,Umar , dan Utsman“.

Abu Wa`il berkata, “Saat Ibn ‘Abbas menjadi Amir haji atas perintah khalifah ‘Utsman, pernah ia berbicara kepada kami dengan membuka dengan surat an-Nur; membaca dan menafsirkannya. Selama ia begitu, aku pun bertutur pada diriku, ‘Aku tidak pernah melihat atau pun mendengar ucapan seseorang sepertinya. Andaikata didengar oleh orang-orang Persia, Romawi dan Turki (waktu sebelum Islam-red.,), pastilah mereka semua masuk Islam.”

6. RasuluLlah SAW sering terlihat berdua bersama si kecil AbduL
lah bin Abbas. Suatu ketika, misalnya, RasuluLlah SAW mengajak
Ibnu Abbas RA berjalan-jalan seraya menyampaikan tarbiyahnya
kepada pemuda cilik ini:

“Ya ghulam, maukah engkau mendengarkan beberapa kalimat
yang sangat berguna?

Jagalah ALlah SWT (ajaran-ajaranNya), maka engkau akan menda
patkanNya selalu menjagamu. Jagalah ALlah SWT (larangan-laran
ganNya), maka engkau akan mendapatkanNya selalu dekat di hadapan
mu. Kenalilah ALlah dalam sukamu, maka ALlah akan mengenalimu
dalam dukamu. Bila engkau meminta, mintalah kepada ALlah. Jika
engkau memerlukan pertolongan, mohonkanlah kepada ALlah. Semua
hal (yang terjadi denganmu) telah selesai ditulis. Ketahuilah,
seandainya semua makhluk bersepakat untuk membantumu dengan
apa yang tidak ditaqdirkan ALlah untukmu, mereka tidak akan
mampu membantumu. Atau bila mereka berkonspirasi untuk mengha
langi engkau mendapatkan apa yang ditaqdirkan untukmu, mereka
juga tidak akan dapat melakukannya. Semua aktifitasmu kerjakan
lah dengan keyakinan dan keikhlasan. Ketahuilah, bahwa bersabar
dalam musibah itu akan memberikan hasil positif; dan bahwa
kemenangan itu dicapai dengan kesabaran; dan bahwa kesuksesan
itu sering dilalui lewat tribulasi; dan bahwa kemudahan itu
tiba setelah kesulitan.
[Hadist Riwayat Ahmad, Hakim, Tirmidzi]

7.Begitu pula tentang ilmu fikih ,tafsir ,bahasa arab , sya’ir , ilmu hitung dan fara’id. Orang suatu hari menyaksikan ia duduk membicarakan ilmu fiqih, satu hari untuk tafsir, satu hari lain untuk masalah peperangan, satu hari untuk syair dan memperbincangkan bahasa Arab. Sama sekali aku tidak pernah melihat ada orang alim duduk mendengarkan pembicaraan beliau begitu khusu’ nya kecuali kepada beliau. Dan setiap pertanyaan orang kepada beliau, pasti ada jawabannya”.

Menurut An-Nasa’I, sanad hadits Ibnu Abbas paling Shahih adalah yang diriwayatkan oleh az-Zuhri, dari Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utba, dari Ibnu abbas. Sedangkan yang paling Dlaif adalah yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Marwan as-Suddi Ash-Shaghir dan Al-Kalabi, dari Abi Shalih. Rangkaian ini disebut silsilah Al-Kadzib (silsilah bohong).

8. Demikianlah rangkaian prinsip aqidah, ilmu dan ‘amal yang
manakah hasil tarbiyah RasuluLlah itu? AbduLlah bin Abbas tumbuh
menjadi seorang muslim yang penuh inisiatif, haus ilmu, dekat
dengan ALlah dan Rasul-Nya.

Suatu ketika, Ibnu Abbas ingin mengetahui secara langsung
bagaimana cara RasuluLlah shalat. Untuk itu, ia sengaja menginap
di rumah bibinya: ummahatul mu’minin, Maimunah bint al-Harist.
Ketika itu ia melihat RasuluLlah bangun tengah malam dan pergi
berwudhu. Dengan sigap Ibnu Abbas membawakan air untuk berwudhu,
dengan demikian ia dapat melihat sendiri bagaimana RasuluLlah
berwudhu. RasuluLlah – sang murobbi agung itu – tidak menyepele
kan hal ini, beliau mengelus dengan lembut kepala Ibnu Abbas,
seraya mendo’akan: “Ya ALlah, faqih-kanlah ia dalam perkara
agama-Mu, dan ajarilah ia tafsir Kitab-Mu.”

Kemudian RasuluLlah berdiri untuk sholat lail yang dimakmumi
oleh isteri beliau, Maimunah. Ibnu Abbas tak tinggal diam, dia
segera berdiri di belakang RasuluLlah SAW; tetapi RasuluLlah
kemudian menariknya agar ia berdiri sedikit berjajar dengannya.
Ibnu Abbas berdiri sejajar dengan RasuluLlah, tetapi kemudian ia
mundur lagi ke shaf belakang. Seusai sholat, RasuluLlah memper
tanyakan sikap Ibnu Abbas ini, dan dijawab oleh Ibnu Abbas bahwa
rasanya tak pantas dirinya berdiri sejajar dengan seorang Utusan
ALlah SWT. RasuluLlah ternyata tidak memarahinya, bahkan beliau
mengulangi do’anya ketika berwudhu tadi.

Ketika Ibnu Abbas berusia 13 tahun, RasuluLlah wafat. Beliau
sangat merasa kehilangan. Tapi hal ini tidak menjadikannya berse
dih atau lemah. Dengan segera ia mengajak teman sebayanya untuk
bertanya dan belajar pada sahabat-sahabat senior mengenai apa
saja yang berkenaan dengan RasuluLlah dan ajaran al-Islam. Logika
Ibnu Abbas, saat itu mengatakan bahwa para sahabat masih berada
di Madinah, inilah kesempatan terbaik untuk menimba ilmu dan
informasi dari mereka, sebelum mereka berpencaran ke kota-kota
lain atau sebelum mereka wafat. Namun sayang, ajakan ini tidak
ditanggapi oleh rekan-rekan sebayanya, karena mereka rata-rata
beranggapan bahwa para sahabat senior tidak akan memperhatikan
pertanyaan anak-anak kecil macam mereka.

Ibnu Abbas tak patah arang. Beliau sendiri mendatangi para
sahabat yang diperkirakan mengetahui apa saja yang ingin ia
tanyakan. Dengan sabar, beliau menunggu para sahabat pulang dari
kerja keseharian atau da’wahnya. Bahkan kalau sahabat tadi kebet
ulan sedang berisitirahat, Ibnu Abbas dengan sabar menanti di
depan pintu rumahnya, hingga tertidur, tergolek beralaskan pakai
annya. Tentu saja para sahabat terkejut menemui Ibnu Abbas terti
dur di muka rumahnya, “Oh keponakan RasuluLlah, ada apa gerangan?
Kenapa tidak kami saja yang datang menemuimu, bila engkau ada
keperluan?” “Tidak,”kata Ibnu Abbas, “sayalah yang harus datang
menemui anda.”

Demikianlah masa kecil Ibnu Abbas. Bagaimana dengan masa
dewasanya?

beliau katakan sebagai seorang muda yang berwawasan dewasa, yang
lisannya selalu bertanya dan qalbunya selalu mencerna. Umar bin
Khattab selalu mengundang Ibnu Abbas dalam majelis syuro’nya
dengan beberapa sahabat senior, dan beliau selalu berkata kepada
Ibnu Abbas agar ia tidak perlu sungkan menyampaikan pendapat.
Inilah bentuk tarbiyah lain yang diperoleh oleh Ibnu Abbas,
dengan selalu berada dalam kalangan sahabat senior.

Dalam masa kekhalifahan Utsman bin Affan RA, beliau berga
bung dengan pasukan muslimin yang berekspedisi ke Afrika Utara,
di bawah pimpinan AbduLlah bin Abi-Sarh. Beliau terlibat dalam
pertempuran dan juga dalam da’wah di sana. Di masa pemerintahan
Ali bin Abi Thalib RA, Ibnu Abbas mengajukan permohonan untuk
menemui dan berda’wah kepada kaum Khawarij. Melalui dialog dan
diskusinya yang intens, sekitar 12.000 dari 16.000 khawarij
bertaubat dan kembali kepada ajaran Islam yang benar.

9. . Ibnu Abbas mengikuti Perang Hunain, Thaif, Penaklukan Makkah dan haji wada’. Ia menyaksikan penaklukan Afrika bersama Ibnu Abu as-Sarah. Perang Jamal dan Perang Shiffin bersama Ali bin Abi Thalib.

Saat ia diangkat jadi Amir haji tersebut oleh khalifah ‘Utsman itu adalah tahun 35 H, lalu diangkat jadi penguasa di Bashrah oleh khalifah ‘Aly bin Abi Thalib namun tatkala ia (‘Aly) meninggal karena terbunuh, ia pulang ke Hijaz, bermukim di Mekkah kemudian keluar dari sana menuju Tha`if dan wafat di sana pada tahun 68 H dalam usia 71 tahun.

No comments: